Rabu, 12 September 2012

SERTIFIKASI GURU



2.1. Pengertian Sertifikasi Guru
Pengertian sertifikasi menurut National Commision on Educatinal Services (NCES) adalah Certification is a procedure whereby the state evaluates and reviews a teacher candidates credentials and provides him or her a license to teach. Dalam UU RI Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran. Sertifikat pendidik diberikan kepada seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan profesi pendidik dan lulus uji sertifikasi pendidik.
Menurut Syarifudin dalam Huda (2012) sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksana-kan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Dengan kata lain, sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik. Sedangkan menurut Azis (2010) sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru yang telah memenuhi standar kompetensi guru.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun  2005 menyatakan sertifikasi Guru dan Dosen adalah sebagai berikut :
·      Pasal 1 butir 11 : sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru dan  dosen.
·      Pasal 8 : guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
·      Pasal 11 butir 1 : sertifikat pendidik sebagaimana dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
·      Pasal 16 guru yang memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan profesi sebesar satu kali gaji, guru negeri maupun swasta dibayar pemerintah.

Kutipan-kutipan Pasal di atas dapat dipahami bahwa sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi persyaratan tertentu, yaitu memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yang dilaksanakan dengan peningkatan kesejahteraan yang bermutu.
Jalal (2007) mengungkapkan bahwa pendidikan yang bermutu sangat tergantung pada keberadaan guru yang bermutu,  yakni guru yang profesional, sejahtera dan bermartabat.  Karena itu sangat tepat jika Pemerintah berupaya untuk meningkatkan keprofesionalan guru, dengan tidak mengesampingkan faktor-faktor lainnya. Salah satu upaya untuk meningkatkan keprofesionalan guru adalah melalui sertifikasi guru.
2.2. Tujuan Sertifikasi Guru
Tujuan sertifikasi guru adalah  sebagai berikut :
1.    Sebagai bahan acuan bagi pihak terkait dalam melakukan proses penetapan peserta sertifikasi guru secara transparan dan dapat dipertanggung jawabkan.
2.    Memberikan informasi kepada masyarakat luas agar dapat memantau pelaksanaan penetapan peserta sertifikasi guru di wilayahnya.
3.    Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional.
4.    Meningkatkan proses dan hasil pembelajaran.
5.    Meningkatkan kesejahteraan guru
6.    Meningkatkan martabat guru.
Erwin (2011) tujuan sertifikasi guru adalah :
1.    Menentukan kelayakan guru sebagai agen pembelajaran. Agen pembelajaran berarti guru menjadi pelaku dalam proses pembelajaran. Guru yang sudah menerima sertifikat pendidik dapat diartikan sudah layak menjadi agen pembelajaran.
2.    Meningkatkan proses dan mutu pendidikan. Mutu pendidikan dapat dilihat dari mutu siswa sebagai hasil pembelajaran. Mutu siswa ini diantaranya ditentukan dari kecerdasan, minat dan usaha siswa yang bersangkutan. Guru yang bermutu dalam arti berkualitas dan profesional menentukan mutu siswa.
3.    Meningkatkan martabat guru. Dari bekal pendidikan formal dan juga berbagai kegiatan guru yang antara lain ditunjukkan dari dokumentasi data yang dikumpulkan dalam proses sertifikasi maka guru akan mentransfer lebih banyak ilmu yang dimiliki kepada siswanya. Secara psikologis, kondisi tersebut akan meningkatkan martabat guru yang bersangkutan.
4.    Meningkatkan profesionalisme. Guru yang profesional antara lain dapat ditentukan dari pendidika, pelatihan, pengembangan diri dan berbagai aktifitas lainya yang terkait dengan profesinya. Langkah awal untuk menjadi profesional dapat ditempuh dengan mengikuti sertifikasi guru.
Menurut Rhena (2011) tujuan sertifikasi guru untuk :
1.    Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2.    Melalui sertifikasi ini diharapkan guru menjadi pendidik yang profesional.
3.    Peningkatan mutu guru lewat program sertifikasi ini sebagai upaya dalam peningkatan mutu pendidikan.
4.    Peningkatan proses dan mutu hasil-hasil pendidikan.

2.3. Manfaat Sertifikasi Guru
Menurut Erwin (2011) manfaat sertifikasi guru dapat dirinci sebagai berikut:
1.    Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru.
2.    Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak bermutu dan  tidak profesional.
3.    Meningkatkan kesejahteraan guru.
Rhena (2011) manfaat sertifikasi adalah :
1.      Melindungi  profesi guru dari praktik layanan pendidikan yang tidak kompeten sehingga dapat merusak citra profesi guru itu sendiri.
2.      Melindungi masyarakat dari praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional yang akan menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan dan penyiapan sumber daya manusia.
3.      Menjadi wahana penjamin mutu bagi LPTK yang bertugas mempersiapkan calon guru dan juga berfungsi sebagai kontrol mutu bagi pengguna layanan pendidikan.
4.       Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan dari keinginan internal dan eksternal yang potensial dapat menyimpang dari ketentuan yang berlaku.

2.4. Kompetensi Guru Profesional
Kompetensi (competency) didefinisikan dengan berbagai cara, namun pada dasarnya kompetensi merupakan kebulatan penguasan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang ditampilkan melalui unjuk kerja, yang diharapkan bisa dicapai seseorang setelah menyelesaikan suatu program pendidikan. Sementara itu, menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 045/U/2002, kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu.
Kompetensi guru mengandung sembilan variable, yaitu:
1.    Pendidikan dan pelatihan
2.    Pengalaman mengajar,
3.    Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran
4.    Penilaian dari atasan dan pengawas
5.    Prestasi akademik
6.    Karya pengembangan profesi
7.    Keikutsertaan dalam forum ilmiah
8.    Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial
9.    Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.

Kompetensi yang harus dimiliki guru agar dapat meningkatkan mutu pendidikan sehingga tersertifikasi ialah Menurut PP RI No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28, pendidikan adalah agen pembelajaran yang harus memiliki empat jenis kompetensi, yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Dalam konteks itu, maka kompetensi guru dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diwujudkan dalam bentuk perangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang guru untuk memangku jabatan guru sebagai profesi.
Keempat jenis kompetensi guru yang dipersyaratkan beserta subkom- petensi dan indikator esensialnya diuraikan sebagai berikut:
a.    Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci setiap elemen kepribadian tersebut dapat dijabarkan menjadi subkompetensi dan indikator esensial sebagai berikut :
1.    Memiliki kepribadian yang mantap dan stabil.
Subkompetensi ini memiliki indikator esensial : bertindak sesuai dengan norma hukumnorma sosial, bangga sebagai pendidik, dan memiliki konsistensi dalam bertindak 
sesuai dengan norma.
2.    Memiliki kepribadian yang dewasa.
Subkompetensi ini memiliki indikator esensial : menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai pendidik.
3.    Memiliki kepribadian yang arif.
Subkompetensi ini memiliki indikator esensial : menampilkan tindakan yang didasar-kan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat dan menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
4.    Memiliki kepribadian yang berwibawa.
Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
5.    Memiliki akhlak mulia dan dapat menjadi teladan.
Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
b.    Kompetensi Pedagogik
     Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Secara substantif kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci masing-masing elemen kompetensi pedagogik tersebut dapat dijabarkan menjadi subkompetensi dan indikator esensial sebagai berikut:
1.      Memahami peserta didik.
Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: memamahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif, memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian, dan mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik.
2.      Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepenti-ngan pembelajaran.
Subkompetensi ini memiliki indikator esensial : menerapkan teori belajar dan pembelajaran, menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar, serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih. 
3.      Melaksanakan pembelajaran.
Subkompetensi ini memiliki indikator esensial : menata latar (setting) pembelajaran,   dan melaksanakan pembelajara yang kondusif.
4.      Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran.
Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode,                menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery level), dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
5.      Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik, dan Memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.

   3. Kompetensi Profesional
       Kompetensi professional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum matapelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru. Secara rinci masing-masing elemen kompetensi tersebut memiliki subkompetensi dan indikator esensial sebagai berikut :
1.      Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi.
Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah, memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar, memahami hubungan konsep antarmata pelajaran terkait, dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk menambah wawasan dan memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.

4. Kompetensi Sosial

       Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator esensial sebagai berikut :
1. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik.
    Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan      peserta didik.
2. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga     kependidikan.
3. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.

       Secara pedagogik, kompetensi guru-guru dalam mengelola pembelajaran perlu mendapat perhatian yang serius. Hal ini penting karena pendidikan di Indonesia dinyatakan kurang berhasil oleh sabagian masyarakat, dinilai kering dari aspek pedagodik dan sekolah nampak lebih mekanis sehingga peserta didik cendrung kerdil karena tidak mempunyai dunianya sendiri. 
       Sehubungan dengan itu guru dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai dalam mengelola pembelajaran. Secara operasional kemampuan mengelola pembelajaran menyangkut tiga fungsi manajerial, yaitu :
1.      perencanaan menyangkut penetapan tujuan, dan kompetensi, serta memperkirakan cara pencapaiannya. Perencanaan merupakan fungsi sentral dari manajemen pembelajaran dan harus berorientasi kemasa depan. Guru sebagai manajer pembelajaran harus mampu mengambil keputusan yang tepat untuk mengelola berbagai sumber.
2.      Pelaksanaan adalah proses yang memberikan kepastian bahwa proses belajar mengajar telah memiliki sumber daya manusia dan sarana prasarana yang diperlukan, sehingga dapat membentuk kompetensi dan mencapai tujuan yang di inginkan.
3.      Pengendalian atau evaluasi bertujuan untuk menjamin kinerja yang dicapai sesuai dengan rencana atau tujuan yang telah ditetapkan. Guru diharapkan membimbing dan mengarahkan pengembangan kurikulum dan pembelajaran secara efektif, serta memerlukan pengawasan dalam pelaksanaannya.

5. Keterampilan Dasar Mengajar

       Keterampilan mengajar bagi seorang guru adalah sangat penting kalau ia ingin menjadi seorang guru yang profesional, jadi disamping dia harus menguasai sumbstansi bidang studi yang diampu, keterampilan dasar mengajar juga adalah merupakan keterampilan penunjang untuk keberhasilan dia dalam proses belajar mengajar.
Keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang guru untuk menjadi guru yang pofesional  adalah :
1.      Keterampilan Bertanya
Dalam proses belajar mengajar yang dilaksanakan oleh seorang guru tidaklah lepas dari guru memberikan pertanyaan dan murid memberikan jawaban yang diajukan. Pengertian dan Rasional keterampilan bertanya bertujuan untuk memperoleh informasi untuk memperoleh pengetahuan dan meningkatkan kemampuan berfikir. Pertanyaan yang diberikan bisa bersifat suruhan maupun kalimat yang menuntut respon siswa
2.      Keterampilan Memberi Penguatan
Penguatan adalah suatu respon terhadap suatu tingkah laku dan penampilan siswa. Penguatan adalah suatu respons terhadap suatu tingkah laku siswa yang dapat menimbulkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut.
       3.  Keterampilan Mengadakan variasi
Variasi dalam kegiatan belajar mengajar dimaksud sebagai proses perubahan dalam pengajaran yang dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu; variasi dalam gaya mengajar, variasi dalam menggunakan alat dan media pembelajaran dan variasi dalam pola interaksi dalam kelas.
4.      Keterampilan Menjelaskan
Keterampilan Menjelaskan adalah penyajian informasi secara lisan yang diorganisasikan secara sistematik yang bertujuan untuk menunjukkan hubungan, antara sebab akibat, yang diketahui dan yang belum diketahui.
5.      Keterampilan Memimpin Diskusi Kelompok Kecil
Yang dimaksud dengan keterampilan membuka pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan situasi siap mental dan menimbulkan siswa agar terpusat perhatian pada apa yang dipelajari.
       6. Keterampilan Mengelola Kelas
Mengelola kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan keterampilan untuk mengembalikan pada kondisi belajar yang optimal.
7. Keterampilan Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan
Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan terjadinya hubungan interpersonal yang sehat dan akrab dapat terjadi antara guru-siswa, maupun antara siswa dan siswa, baik dalam kelompok kecil maupun perorangan

2.5.  Perkembangan Profesi Keguruan
           Guru (dalam bahasa Jawa) adalah seorang yang harus digugu dan ditiru oleh siswanya. Harus digugu artinya segala sesuatu yang disampaikan olehnya senantiasa dipercaya dan diyakini sebagai kebenaran oleh semua siswanya. Seorang guru juga harus ditiru artinya seorang guru menjadi suri teladan bagi semua siswanya (mulai dari cara berpikir, cara bicara dan cara guru berprilaku sehari-hari). Dari sinilah sebenarnya sosok seorang guru memiliki peran yang luar biasa dominannya bagi para siswa.
           Kata Profesi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan, dsb) tertentu. Di dalam profesi dituntut adanya keahlian dan etika khusus serta standar layanan. Pengertian ini mengandung implikasi bahwa profesi hanya dapat dilakukan oleh orang-orang secara khusus di persiapkan untuk itu. Dengan kata lainprofesi bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak memperoleh pekerjaan lain.
           Profesi guru adalah termasuk profesi yang tua di dunia. Pekerjaan mengajar telah ditekuni orang sejak lama. Perkembangan profesi guru sejalan dengan perkembangan masyarakat. Pada zaman prasejarah proses pembelajaran berlangsung melalui pengamatan dan dilakukan oleh keluarga. Kemudian pada zaman Yunani dan Romawi Kuno pembelajaran one-to-one untuk kelompok elit masyarakat dilakukan oleh tutor. Hal ini terus berkembang pada pendidikan keagamaan di gereja.
Selanjutnya sistem persekolahan mulai berkembang pada zaman Koloni Amerika (1600-1800) dan sistem klasikal untuk masyarakat urban berkembang pada abad 19.            Pada abad ke 20 (1900-1999) sekolah berkembang dalam sistem klasikal yang dilengkapi dengan berbagai media dan pemanfaatan teknologi. Perkembangan selaniutnva. terjadi perubahan konsepsi dari kelas dalam pengertian ruangan yang dibatasi empat dinding menuju kelas yang tanpa batas dan bersifat maya (virtual). Pada abad ke 21 sekarang dan seterusnya dapat dipastikan akan ada perubahan mengenai sistem persekolahan. yang secara pelan namun pasti mengarah kepada virtual school. Semua terjadi berkat perkembangan teknologi komunikasi dan informasi.
           Sejalan dengan perkembangan sistem persekolahan tersebut di atas, maka dalam sebuah proses pendidikan, guru merupakan salah satu unsur yang sangat penting selain kumponen lainnya. Selain itu profesi guru juga telah dan terus mengalami perubahan. Profesi guru di abad 21 ini dianggap sebagai unsur yang paling penting karena guru dituntut mampu memahami, mendalami dan dituntut berkemampuan melaksanakan untuk mencapai tujuan pendidikan.
 Dari sini diskursus tentang guru menjadi sangat relevan, apalagi jika dihubungkan dengan kondisi bangsa kita yang mengalami krisis multi deminsional.
           Menurut Prof. Dr. Ainurrafiq Dawam, MA beliau mengatakan bahwa guru dan dosen dianggap oleh sebagian pengamat pendidikan sebagai orang yang bertanggung jawab besar terhadap kegagalan pendidikan Nasional yang ternyata hanya mampu menghasilkan alumni yang korup, suka bertengkar dan mata duitan. Kemudian profesi guru sangat dipengaruhi oleh pendayagunaan teknologi komunikasi dan informasi, sehingga guru dengan kemampuan artifisialnya dapat membelajarkan siswa dalam jumlah besar, bahkan bisa melayani siswa yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Guru bukan lagi hanya mengendalikan siswa yang belajar di kelas, tetapi ia mampu membelajarkan jutaan siswa di "kelas dunia" memberi pelayanan secara individual pada waktu yang bersamaan. Sementara itu dengan bantuan teknologi juga, pembelajaran tersebut dapat dilakukan secara multiakses dan memberi layanan secara individual di mana saja dan kapan saja. Guru di masa lalu sangat mengandalkan buku teks dan ke depan kita semua diharapkan mampu memanfaatkan hypertext.       Untuk mencapai interaksi belajar mengajar dibutuhkan komunikasi anatra guru dan peserta didik yang memadukan dua kegiatan. Yaitu kegiatan mengajar (usaha guru) dan kegiatan belajar (tugas peserta didik). Guru perlu mengembangkan pola komunikasi yang efektif dalam proses belajar mengajar, karena seringkali kegagalan pengajaran disebabkan oleh lemahnya system komunikasi. Tujuan yang telah dirumuskan dengan jelas sangat membantu guru dalam membuat perencanaan, demikian halnya dengan prinsip-prinsip psikologi. Dalam perencanaan program pengajaran, banyaknya pengalaman guru dalam memilih prosedur pengajaran akan sangat membantunya dalam mencapai hasil-hasil yang diinginkan.
Sistem pengajaran di sekolah sekarang ini mengelompokkan tujuan pendidikan yang hendak dicapai ke dalam tiga bidang, yaitu :
1.      segi kognitif yang meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan (aplikasi), analisis, sintesis dan evaluasi.
2.      Segi efektif yang meliputi memperhatikan, merespon, menghayati dan menginternalisasi nilai.
3.      Segi psikomotorik yang meliputi persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa dan gerakan (respons) kompleks.
2.6.  Permasalahan Guru di Indonesia
           Profesi guru pada sistem persekolahan mulai berkembang di persada Nusantara pada zaman kolonial. Guru telah ikut berperan dalam pembentukan Negara-Bangsa Indonesia yang memiliki bahasa nasional Bahasa Indonesia. Profesi guru pernah menjadi profesi penting dalam perjalanan bangsa ini, terutama dalam menanamkan nasionalisme, menggalang persatuan dan berjuang melawan penjajahan.
           Pada masa K.H.Dewantara profesi guru menjadi idola dan impian setiap orang. Idealisme untuk menjadi guru yang profesional sangat tinggi, padahal kondisi negara saat itu masa transisi menuju dan mempertahankan kemerdekaan. Di kala itu para pemuda terpanggil untuk mejadi guru, karena rasa nasionalismenya tinggi, sangat wajar kalau guru disaat itu mendapat predikat guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa dan guru digugu dan ditiru. Tampaknya predikat tersebut hanya berlaku sementara dan kini telah berubah hanyut ditelan arus perubahan. Guru kini kehilangan jati dirinya. Impian bagi setiap generasi muda untuk menjadi guru menjadi sangat jauh. Sehingga yang menjadi guru saat ini adalah guru karena tidak sengaja, terpaksa dan bukan karena cita-cita.Sayangnya pada beberapa dekade yang lalu dan masih berlanjut sampai kini profesi guru dianggap kurang bergengsi dan kinerjanya dinilai belum optimal serta belum memenuhi harapan masyarakat. Akibatnya. mutu pendidikan nasional pun dinilai terpuruk. Persoalan guru semakin menjadi persoalan pokok dalam pembangunan pendidikan, disebabkan oleh adanya tuntutan perkembangan masyarakat dan perubahan global. Hingga kini persoalan guru belum pemah terselesaikan secara tuntas.
           Persoalan guru di Indonesia adalah terkait dengan masalah-masalah kualifikasi yang rendah, pembinaan yang terpusat, perlindungan profesi yang belum memadai dan perseberannya yang tidak merata sehingga menyebabkan kekurangan guru di beberapa lokasi. Kita bisa lihat realitas diperkotaan dengan populasi guru yang besar jumlahnya, sementara didaerah pinggiran kota atau dipegunungan banyak cerita guru-guru kita yang mengajar sambil berlari-lari. Hal ini terjadi karena dalam waktu yang bersamaan dia harus mengajar dan mengendalikan tiga kelas sekaligus. Segala persoalan guru tersebut timbul oleh karena adanya berbagai sebab dan masing-masing saling mempengaruhi.
           Permasalahan guru di Indonesia tersebut baik secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan masalah mutu profesionalisme guru yang masih belum memadai. Padahal sudah sangat jelas hal tersebut ikut menentukan kualitas pendidikan nasional. Mutu pendidikan nasional yang rendah, salah satu penyebabnya adalah mutu guru yang rendah. Permasalahan guru di Indonesia harus diselesaikan secara komprehensif menyangkut semua aspek terkait yaitu kesejahteraan guru yang harus diperhatikan karena penghasilannya masih dibawah standar, kualifikasi pendidikan, pembinaan, perlindungan profesi, dan administrasinya. Sebenamya sumber permasalahan pendidikan yang terbesar adalah adanya perubahan, karena itu permasalahan akan senantiasa ada sampai kapan pun. Institusi pendidikan dituntut untuk menyesuaikan dengan perubahan perkembangan yang ada dalam masyarakat. Demikian pula dengan guru, yang senantiasa dituntut untuk menyesuaikan dengan perubahan. Akibatnya demikian banyak permasalahan yang dihadapi oleh guru, karena ketidakmampuan menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi di sekelingnya sebagai akibat dari keterbatasannya sebagai individu atau karena keterbatasan kemampuan sekolah dan pemerintah. Jadi masalah pendidikan senantiasa muncul karena adanya tuntutan agar institusi pendidikan termasuk guru menyesuaikan dengan segala perkembangan yang ada dalam masyarakat.
.
2.7. Upaya-upaya Guru Meningkatkan Profesionalisme

       Menurut Erwin (2011) guru harus selalu berusaha untuk melakukan hal-hal sebagai berikut :
1.    Memahami tuntutan standar profesi yang ada.
2.    Mencapai kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan
3.    Membangun hubungan dengan teman kesejawatan yang baik dan luas termasuk lewat organisasi profesi.
4.    Mengembangkan etos kerja atau budaya kerja yang mengutamakan pelayanan bermutu tinggi kepada konstituen.
5.    Mengadopsi inovasi atau mengembangkan kreativitas dalam pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi mutakhir agar senantiasa tidak ketinggalan dalam kemampuannya mengelola pembelajaran.
          Upaya memahami tuntutan standar profesi yang ada (di Indonesia dan yang berlaku di dunia) harus ditempatkan sebagai prioritas utama jika guru kita ingin meningkatkan profesionalismenya. Hal ini didasarkan kepada beberapa alasan sebagai berikut :
1.      Persaingan global sekarang memungkinkan adanya mobilitas guru secara lintas negara.
2.      Sebagai profesional seorang guru harus mengikuti tuntutan perkembangan profesi secara global, dan tuntutan masyarakat yang menghendaki pelayanan yang lebih baik.
          Cara satu-satunya untuk memenuhi standar profesi ini adalah dengan belajar secara terus menerus sepanjang hayat, dengan membuka diri yakni mau mendengar dan melihat perkembangan baru, terutama pada bidang keahlian kita masing-masing.
Kemudian upaya mencapai kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan juga tidak kalah pentingnya bagi guru. Dengan dipenuhinya kualifikasi dan kompetensi yang memadai maka guru memiliki posisi tawar yang lebih kuat dan memenuhi syarat yang dibutuhkan. Peningkatan kualitas dan kompetensi ini dapat ditempuh melalui in-service training dan berbagai upaya lain seperti kembali berjuang melanjutkan studi di perguruan tinggi. Sehingga tidak ada alasan lagi bagi pemerintah untuk tidak mensertifikasi guru-guru kita ini, jika kelak di kemudian hari sudah menjadi sarjana pendidikan.
          Upaya membangun hubungan kesejawatan yang baik dan luas dapat dilakukan guru dengan membina jaringan kerja atau networking. Guru harus berusaha mengetahui apa yang telah dilakukan oleh sejawatnya yang sukses. Sehingga bisa belajar untuk mencapai sukses yang sama atau bahkan bisa lebih baik lagi. Melalui networking inilah guru memperoleh akses terhadap inovasi-inovasi di bidang profesinya. Jaringan kerja guru bisa dimulai dengan skala sempit, misalnya mengadakan pertemuan informal kekeluargaan dengan sesama teman, sambil berolahraga, silaturahmi atau melakukan kegiatan sosial lainnya.
          Pada kesempatan seperti itu, guru bisa membincangkan secara leluasa kisah suksesnya atau sukses rekannya sehingga mereka dapat mengambil pelajaran lewat obrolan yang santai. Bisa juga dibina melalui jaringan kerja yang lebih luas dengan menggunakan teknologi komunikasi dan informasi, misalnya melalui korenspondensi dan mungkin melalui intemet untuk skala yang lebih luas. Apabila korespondensi atau penggunaan intemet ini dapat dilakukan secara intensif akan dapat diperoleh kiat-kiat menjalankan profesi dari sejawat guru di seluruh dunia. Pada dasarnya networking/jaringan kerja ini dapat dibangun sesuai situasi dan kondisi serta budaya setempat.
          Selanjutnya upaya membangun etos kerja atau budaya kerja yang mengutamakan pelayanan bermutu tinggi kepada konstituen merupakan suatu keharusan di zaman sekarang. Semua bidang dituntut untuk memberikan pelayanan prima. Guru pun harus memberikan pelayanan prima kepada konstituennya yaitu siswa, orangtua dan sekolah sebagai stakeholder. Terlebih lagi pelayanan pendidikan adalah termasuk pelayanan publik vang didanai. diadakan, dikontrol oleh dan untuk kepentingan publik. Oleh karena itu guru harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada publik.
          Satu hal lagi yang dapat diupayakan untuk peningkatan profesionalisme guru adalah melalui adopsi inovasi atau pengembangan kreativitas dalam pemanfaatan teknologi pendidikan yang mendayagunakan teknologi komunikasi dan informasi mutakhir. Guru dapat memanfaatkan media dan ide-ide baru bidang teknologi pendidikan seperti media presentasi, komputer (hard technologies) dan juga pendekatan-pendekatan baru bidang teknologi pendidikan (soft technologies).

2.8. Sertifikasi Guru Akan Meningkatkan Mutu Pendidikan
            Pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan dapat dilakukan melalui dua cara yaitu :
1.      Penilaian portofolio dilakukan terhadap kumpulan dokumen yang mencerminkan kompetensi guru yang meliputi berbagai aspek.  Hanya saja, penilaian portofolio ini mengandung sisi kelemahan dan para guru yang mengejar gaji menyiasati portofolio dengan berbagai cara yang  bertentangan dengan prinsip pendidikan. Guru yang belum lulus sertifikasi melalui jalur portofolio diwajibkan mengikuti Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
2.      Jalur Program Pendidikan Guru (PPG) saat ini baru akan diawali dengan pelaksanaan PPG di beberapa LPTK yang mengadakan kerjasama untuk mendidik para mahasiswa lulusan Basic Science. PPG dilaksanakan selama 2 semester (bagi lulusan LPTK) atau 3 semester (bagi lulusan non LPTK) dengan sebagian besar waktunya digunakan untuk workshop dan latihan di sekolah. Kegiatan ini masih terlalu dini untuk dinilai. Jika PPG dilaksanakan secara konsekuen seperti peraturan yang ada, maka hasilnya adalah guru-guru profesional yang siap meningkatkan kualitas pendidikan di masa yang akan datang. Jika yang ditunjuk melaksanakan PPG (entah karena alasan apapun) adalah LPTK yang “tidak bermutu”, maka hasilnya akan tetap terjerembab dalam kubangan rendahnya kualitas calon guru seperti selama ini.

      Ada beberapa hal yang perlu untuk dikaji secara mendalam untuk memberikan jaminan bahwa sertifikasi guru akan meningkatkan mutu pendidikan. Pertama dan sekaligus yang utama, sertifikasi merupakan sarana atau instrumen untuk mencapai suatu tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Perlu ada kesadaran dan pemahaman dari semua fihak bahwa sertifikasi adalah sarana untuk menuju mutu.
          Sertikasi bukan tujuan itu sendiri. Kesadaran dan pemahaman ini akan melahirkan aktivitas yang benar, bahwa apapun yang dilakukan adalah untuk mencapai mutu. Kalau seorang guru kembali masuk kampus untuk kualifikasi, maka belajar kembali ini untuk mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dan ketrampilan, sehingga mendapatkan ijazah S-1. Ijazah S-1 bukan tujuan yang harus dicapai dengan segala cara, termasuk cara yang tidak benar melainkan konsekuensi dari telah belajar dan telah mendapatkan tambahan ilmu dan ketrampilan baru. Demikian pula kalau guru mengikuti uji sertifikasi, tujuan utama bukan untuk mendapatkan tunjangan profesi, melainkan untuk dapat menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah memiliki kompetensi sebagaimana disyaratkan dalam standard kemampuan guru.
            Tunjangan profesi adalah konsekuensi logis yang menyertai adanya kemampuan yang dimaksud. Dengan menyadari hal ini maka guru tidak akan mencari jalan lain guna memperoleh sertifikat profesi kecuali mempersiapkan diri dengan belajar yang benar untuk menghadapi uji sertifikasi. Kedua, konsistensi dan ketegaran pemerintah. Sebagai suatu kebijakan yang bersentuhan dengan berbagai kelompok masyarakat akan mendapatkan berbagai tantangan dan tuntutan. Paling tidak tuntutan dan tantangan akan muncul dari tiga sumber. Sumber pertama adalah dalam penentuan lembaga yang berhak melaksanakan uji sertifikasi.
            Berbagai lembaga penyelenggara pendidikan tinggi, khususnya dari fihak Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Swasta akan menuntut untuk diberi hak menyelenggarakan dan melaksanakan uji sertifikasi. Demikian juga, akan muncul tuntutan dari berbagai LPTK negeri khususnya di daerah luar jawa akan menuntut dengan alasan demi keseimbangan geografis. Tuntutan ini akan mempengaruhi penentuan yang mendasarkan pada objektivitas kemampuan suatu perguruan tinggi.  Ketegaran dan konsistensi pemerintah juga diperlukan untuk menghadapi tuntutan dan sekaligus tantangan bagi pelaksana Undang-undang yang muncul dari kalangan guru sendiri.
            Mereka yang sudah senior atau mereka para guru yang masih jauh dari pensyaratan akan menentang dan menuntut berbagai kemudahan agar bisa memperoleh sertifikat profesi tersebut. Ketiga, tegas dan tegakkan hukum. Dalam pelaksanaan sertifikasi, akan muncul berbagai penyimpangan dari aturan main yang sudah ada. Adanya penyimpangan ini tidak lepas dari adanya upaya berbagai pihak, khususnya guru untuk mendapatkan sertifikat profesi dengan jalan pintas.                Penyimpangan yang muncul dan harus diwaspadai adalah pelaksanaan sertifika-si yang tidak benar. Oleh karenanya, begitu ada gejala penyimpangan, pemerintah harus segera mengambil tindakan tegas. Seperti mencabut hak melaksanakan sertifikasi dari lembaga yang dimaksud, atau menetapkan seseorang tidak boleh menjadi penguji sertifikasi, dan lain sebagainya. Keempat, laksanakan UU secara konsekuen. Tuntutan dan tantangan juga akan muncul dari berbagai daerah yang secara geografis memiliki tingkat pendidikan yang relatif tertinggal.
             Undang-Undang Guru dan Dosen  dilaksanakan maka sebagian besar dari pendidik di daerah ini tidak akan lolos sertifikasi. Pemerintah harus konsekuen bahwa sertifikasi merupakan standard nasional yang harus dipatuhi. Toleransi bisa diberikan dalam pengertian waktu transisi. Misalnya, untuk Jawa Tengah transisi 5 tahun, tetapi untuk daerah yang terpencil transisi 10 tahun. Tetapi standard tidak mengenal toleransi. Kelima pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyediakan anggaran yang memadai, baik untuk pelaksanaan sertifikasi maupun untuk pemberian tunjangan profesi.
            Gagasan awal sertifikasi adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan secara keseluruhan. Sesui amanat UU Nomor 14 tahun 2004 tentang Guru dan Dosen yang menetapkan kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi sebagai suatu kesatuan upaya pemberdayaan guru. Maka program ini hendaknya janganlah dipandang sebagai proses legalisasi semata, akan tetapi harus dipandang sebagai ijtihad untuk meningkatkan kompetensi profesi guru. Karena itu proses ini harus betul-betul dilakukan secara teliti dan cermat agar tak menurunkan mutu guru.
2.9.  Pembinaan dan Pemberdayaan Pasca Sertifikasi
       Pembinaan guru harus berlangsung secara berkesinambungan, karena prinsip mendasar adalah guru harus merupakan a learning person, belajar sepanjang hayat masih di kandung badan. Sebagai guru profesional dan telah menyandang sertifikat pendidik, guru berkewajiban untuk terus mempertahankan prosionalitasnya sebagai guru.
       Pembinaan profesi guru secara terus menerus (continuous profesional development) menggunakan wadah guru yang sudah ada, yaitu kelompok kerja guru (KKG) untuk tingkat SD dan musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) untuk tingkat sekolah menengah. Aktifitas guru di KKG/MGMP tidak saja untuk menyelesaikan persoalan pengajaran yang dialami guru dan berbagi pengalaman mengajar antar guru, tetapi dengan strategi mengembangkan kontak akademik dan melakukan refleksi diri.
       Desain jejaring kerja (networking) peningkatan profesionalitas guru berkelanjutan melibatkan instansi Pusat, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK), Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan Dinas Pendidikan Propinsi/Kabupaten/ Kota serta Perguruan Tinggi setempat. P4TK yang berbasis mata pelajaran  membentuk Tim Pengembang Materi Pembelajaran, bekerjasama dengan Perguruan Tinggi bertugas:
1. Menelaah dan mengembangkan materi kegiatan KKG dan MGMP.
2. Mengembangkan model-model pembelajaran.
3. Mengembangkan modul untuk pelatihan instruktur dan guru inti.
4. Memberikan pembekalan kepada instruktur pada LPMP.
5. Mendesain pola dan mekanisme kerja instruktur dan guru inti dalam kegiatan KKG dan     MGMP. LPMP bersama dengan Dinas Pendidikan Propinsi melakukan seleksi guru untuk     menjadi Instruktur Mata Pelajaran Tingkat Propinsi per mata pelajaran dengan tugas:      menjadi narasumber dan fasilitator pada kegiatan KKG dan MGMP.
6.  Mengembangkan inovasi pembelajaran untuk KKG dan MGMP.
7.  Menjamin keterlaksanaan kegiatan KKG dan MGMP Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota      melakukan seleksi Instruktur Mata Pelajaran Tingkat Kab/Kota dan membentuk Guru Inti      permata pelajaran.
8. Menjadi narasumber pada kegiatan KKG dan MGMP   KKG dan MGMP sebagai wadah      pengembangan profesi guru melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi profesi guru.
       Selain itu perlu adanya pemberdayaan (empowerment) guru yang telah memperoleh sertifikat. Hal ini dapat dilakukan dengan adanya pemberian tugas yang sesuai dengan kompetensi guru maupun adanya dorongan dari fihak manajemen sekolah yang mampu menumbuhkan motivasi kerja bagi para guru. Meningkatnya kompetensi guru yang didukung adanya motivasi kerja yang tinggi akan dapat meningkatkan kinerja guru. Meningkatnya kinerja guru akan meningkatkan kualitas pembelajaran, yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan secara keseluruhan, karena ujung tombak dari kegiatan pendidikan adalah pada kegiatan pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan oleh guru.

































BAB III
PENUTUP
3.1.  Kesimpulan
1. Sertifikasi guru adalah harga mutlak untuk meningkatkan kompetensi guru, namun dalam     pelaksanaannya harus dilakukan pengawasan sehingga apa yang diinginkan dari     program sertifikasi dapat tercapai dengan baik.
2. Dengan sertifikasi yang baik maka mutu pendidikan dapat ditingkatkan. Berdasarkan     Standar Nasional Kependidikan, guru harus memiliki empat    kompetensi dasar yaitu     kompetensi pedagogis, kompetensi sosial, kompetensi  kepribadian, dan kompetensi     profesional. Namun, kompetensi-kompetensi yang  dimiliki guru saat ini masih terbatas,     sehingga diperlukan suatu upaya untuk  mengoptimalkan kompetensi-kompetensi     tersebut. Kompetensi kepribadian adalah  karakteristik pribadi yang harus dimiliki guru     sebagai individu yang mantap, stabil,   dewasa, arif, berwibawa dan menjadi teladan bagi     peserta didik.
3. Pembinaan dan pemberdayaan guru pasca sertifikasi juga akan menentukan kegiatan     sertifikasi akan meningkatkan mutu pendidikan atau tidak. Pembinaan dan pemberdayaan     yang kurang tepat tidak menutup kemungkinan akan menyebabkan kegiatan sertifikasi     sekedar kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan guru sebagai tujuan, sementara     tujuan akhir dari kegiatan sertifikasi untuk meningkatkan mutu pendidikan menjadi     kurang mendapat perhatian dari para guru.