2.1. Pengertian Sertifikasi Guru
Pengertian sertifikasi menurut National Commision on Educatinal Services (NCES)
adalah Certification is a procedure whereby the state evaluates and
reviews a teacher candidates credentials and provides him or her a license to teach.
Dalam UU RI Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, sertifikat pendidik diberikan
kepada guru yang telah memenuhi persyaratan kualifikasi akademik dan kompetensi
sebagai agen pembelajaran. Sertifikat pendidik diberikan kepada seseorang yang
telah menyelesaikan program pendidikan profesi pendidik dan lulus uji
sertifikasi pendidik.
Menurut
Syarifudin dalam Huda (2012) sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu
proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksana-kan pelayanan
pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang
diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Dengan kata lain, sertifikasi guru
adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan
kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik. Sedangkan
menurut Azis (2010) sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat
pendidik untuk guru yang telah memenuhi standar kompetensi guru.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 menyatakan sertifikasi Guru dan
Dosen adalah sebagai berikut :
·
Pasal 1 butir 11 : sertifikasi adalah
proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru dan dosen.
·
Pasal 8 : guru wajib memiliki
kualifikasi akademik, kompetensi sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
·
Pasal 11 butir 1 : sertifikat pendidik
sebagaimana dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi
persyaratan.
·
Pasal 16 guru yang memiliki sertifikat
pendidik memperoleh tunjangan profesi sebesar satu kali gaji, guru negeri maupun
swasta dibayar pemerintah.
Kutipan-kutipan
Pasal di atas dapat dipahami bahwa sertifikasi guru adalah proses pemberian
sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi persyaratan tertentu, yaitu
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yang dilaksanakan
dengan peningkatan kesejahteraan yang bermutu.
Jalal (2007) mengungkapkan bahwa pendidikan yang bermutu sangat tergantung pada
keberadaan guru yang bermutu, yakni guru yang profesional, sejahtera dan
bermartabat. Karena itu sangat tepat jika Pemerintah berupaya untuk
meningkatkan keprofesionalan guru, dengan tidak mengesampingkan faktor-faktor
lainnya. Salah satu upaya untuk meningkatkan keprofesionalan guru adalah
melalui sertifikasi guru.
2.2. Tujuan Sertifikasi Guru
Tujuan sertifikasi guru adalah sebagai berikut :
1. Sebagai
bahan acuan bagi pihak terkait dalam melakukan proses penetapan peserta
sertifikasi guru secara transparan dan dapat dipertanggung jawabkan.
2. Memberikan
informasi kepada masyarakat luas agar dapat memantau pelaksanaan
penetapan peserta sertifikasi guru di wilayahnya.
3. Menentukan
kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional.
4. Meningkatkan
proses dan hasil pembelajaran.
5. Meningkatkan
kesejahteraan guru
6. Meningkatkan
martabat guru.
Erwin (2011) tujuan sertifikasi guru adalah :
1.
Menentukan kelayakan guru sebagai agen
pembelajaran. Agen pembelajaran berarti guru menjadi pelaku dalam proses
pembelajaran. Guru yang sudah menerima sertifikat pendidik dapat diartikan
sudah layak menjadi agen pembelajaran.
2.
Meningkatkan proses dan mutu pendidikan.
Mutu pendidikan dapat dilihat dari mutu siswa sebagai hasil pembelajaran. Mutu
siswa ini diantaranya ditentukan dari kecerdasan, minat dan usaha siswa yang
bersangkutan. Guru yang bermutu dalam arti berkualitas dan profesional
menentukan mutu siswa.
3.
Meningkatkan martabat guru. Dari bekal
pendidikan formal dan juga berbagai kegiatan guru yang antara lain ditunjukkan
dari dokumentasi data yang dikumpulkan dalam proses sertifikasi maka guru akan
mentransfer lebih banyak ilmu yang dimiliki kepada siswanya. Secara psikologis,
kondisi tersebut akan meningkatkan martabat guru yang bersangkutan.
4.
Meningkatkan profesionalisme. Guru yang
profesional antara lain dapat ditentukan dari pendidika, pelatihan,
pengembangan diri dan berbagai aktifitas lainya yang terkait dengan profesinya.
Langkah awal untuk menjadi profesional dapat ditempuh dengan mengikuti
sertifikasi guru.
Menurut Rhena (2011) tujuan sertifikasi guru untuk
:
1.
Menentukan kelayakan guru dalam
melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.
2.
Melalui sertifikasi ini diharapkan guru
menjadi pendidik yang profesional.
3.
Peningkatan mutu guru lewat program
sertifikasi ini sebagai upaya dalam peningkatan mutu pendidikan.
4.
Peningkatan proses dan mutu hasil-hasil
pendidikan.
2.3. Manfaat Sertifikasi Guru
Menurut Erwin (2011) manfaat sertifikasi guru dapat dirinci sebagai berikut:
1. Melindungi
profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat merusak citra
profesi guru.
2. Melindungi
masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak bermutu dan tidak
profesional.
3. Meningkatkan
kesejahteraan guru.
Rhena (2011) manfaat sertifikasi
adalah :
1.
Melindungi profesi guru dari
praktik layanan pendidikan yang tidak kompeten sehingga dapat merusak citra
profesi guru itu sendiri.
2.
Melindungi masyarakat dari praktik
pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional yang akan menghambat upaya
peningkatan kualitas pendidikan dan penyiapan sumber daya manusia.
3.
Menjadi wahana penjamin mutu bagi LPTK
yang bertugas mempersiapkan calon guru dan juga berfungsi sebagai kontrol mutu
bagi pengguna layanan pendidikan.
4.
Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan dari
keinginan internal dan eksternal yang potensial dapat menyimpang dari ketentuan
yang berlaku.
2.4. Kompetensi Guru Profesional
Kompetensi (competency) didefinisikan dengan berbagai
cara, namun pada dasarnya kompetensi merupakan kebulatan penguasan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang ditampilkan melalui unjuk kerja, yang diharapkan
bisa dicapai seseorang setelah menyelesaikan suatu program pendidikan.
Sementara itu, menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
No. 045/U/2002, kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas
dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap
mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan
tertentu.
Kompetensi guru mengandung sembilan variable, yaitu:
1.
Pendidikan dan pelatihan
2.
Pengalaman mengajar,
3.
Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran
4.
Penilaian dari atasan dan pengawas
5.
Prestasi akademik
6.
Karya pengembangan profesi
7.
Keikutsertaan dalam forum ilmiah
8.
Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan
sosial
9.
Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Kompetensi yang harus dimiliki guru agar dapat meningkatkan mutu pendidikan sehingga
tersertifikasi ialah Menurut PP RI No. 19/2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan Pasal 28, pendidikan adalah agen
pembelajaran yang harus memiliki empat jenis kompetensi, yakni kompetensi
pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Dalam konteks itu, maka
kompetensi guru dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang diwujudkan dalam bentuk perangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung
jawab yang dimiliki seseorang guru untuk memangku jabatan guru sebagai profesi.
Keempat jenis kompetensi guru yang dipersyaratkan beserta subkom- petensi dan
indikator esensialnya diuraikan sebagai berikut:
a.
Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal
yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa,
menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci setiap
elemen kepribadian tersebut dapat dijabarkan menjadi subkompetensi dan
indikator esensial sebagai berikut :
1.
Memiliki kepribadian yang mantap dan stabil.
Subkompetensi ini memiliki indikator esensial : bertindak sesuai dengan norma hukumnorma sosial, bangga sebagai pendidik, dan memiliki konsistensi dalam bertindak
sesuai dengan norma.
2.
Memiliki kepribadian yang dewasa.
Subkompetensi ini memiliki indikator esensial :
menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos
kerja sebagai pendidik.
3.
Memiliki kepribadian yang arif.
Subkompetensi ini memiliki indikator esensial : menampilkan tindakan yang didasar-kan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat dan menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
4.
Memiliki kepribadian yang berwibawa.
Subkompetensi ini memiliki indikator esensial:
memiliki perilaku yang berpengaruh
positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
5.
Memiliki akhlak mulia dan dapat menjadi teladan.
Subkompetensi ini memiliki indikator esensial:
bertindak sesuai dengan norma religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka menolong),
dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
b. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi
pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan
pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Secara substantif kompetensi
ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci
masing-masing elemen kompetensi pedagogik tersebut dapat dijabarkan menjadi
subkompetensi dan indikator esensial sebagai berikut:
1. Memahami
peserta didik.
Subkompetensi ini memiliki indikator
esensial: memamahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip
perkembangan kognitif, memahami peserta didik dengan memanfaatkan
prinsip-prinsip kepribadian, dan mengidentifikasi bekal-ajar awal
peserta didik.
2. Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepenti-ngan
pembelajaran.
Subkompetensi ini memiliki indikator esensial : menerapkan teori belajar dan pembelajaran, menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi
yang ingin dicapai, dan materi ajar, serta menyusun rancangan pembelajaran
berdasarkan strategi yang dipilih.
3. Melaksanakan
pembelajaran.
Subkompetensi ini memiliki indikator esensial : menata latar (setting) pembelajaran, dan melaksanakan pembelajara yang kondusif.
4. Merancang
dan melaksanakan evaluasi pembelajaran.
Subkompetensi ini memiliki indikator
esensial: melaksanakan evaluasi (assessment)
proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode, menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan
belajar (mastery level), dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran
untuk
perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
5. Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
Subkompetensi ini memiliki indikator
esensial: memfasilitasi peserta didik untuk
pengembangan berbagai potensi akademik, dan Memfasilitasi
peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.
3. Kompetensi Profesional
Kompetensi
professional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi
pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan
substansi isi materi kurikulum matapelajaran di sekolah dan substansi keilmuan
yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan
sebagai guru. Secara rinci masing-masing elemen kompetensi tersebut memiliki
subkompetensi dan indikator esensial sebagai berikut :
1. Menguasai
substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi.
Subkompetensi ini memiliki indikator
esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah, memahami
struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi
ajar, memahami hubungan konsep antarmata pelajaran
terkait, dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Menguasai
langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk menambah wawasan dan
memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.
4. Kompetensi Sosial
Kompetensi
sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik,
tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator esensial sebagai berikut :
1. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik.
1. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik.
Subkompetensi
ini memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta
didik.
2. Mampu berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.
3. Mampu berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat
sekitar.
Secara
pedagogik, kompetensi guru-guru dalam mengelola pembelajaran perlu mendapat
perhatian yang serius. Hal ini penting karena pendidikan di Indonesia
dinyatakan kurang berhasil oleh sabagian masyarakat, dinilai kering dari aspek
pedagodik dan sekolah nampak lebih mekanis sehingga peserta didik cendrung
kerdil karena tidak mempunyai dunianya sendiri.
Sehubungan
dengan itu guru dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai dalam
mengelola pembelajaran. Secara operasional kemampuan mengelola pembelajaran
menyangkut tiga fungsi manajerial, yaitu :
1. perencanaan
menyangkut penetapan tujuan, dan kompetensi, serta memperkirakan cara
pencapaiannya. Perencanaan merupakan fungsi sentral dari manajemen pembelajaran
dan harus berorientasi kemasa depan. Guru sebagai manajer pembelajaran harus
mampu mengambil keputusan yang tepat untuk mengelola berbagai sumber.
2. Pelaksanaan
adalah proses yang memberikan kepastian bahwa proses belajar mengajar telah
memiliki sumber daya manusia dan sarana prasarana yang diperlukan, sehingga
dapat membentuk kompetensi dan mencapai tujuan yang di inginkan.
3. Pengendalian
atau evaluasi bertujuan untuk menjamin kinerja yang dicapai sesuai dengan
rencana atau tujuan yang telah ditetapkan. Guru diharapkan membimbing dan
mengarahkan pengembangan kurikulum dan pembelajaran secara efektif, serta
memerlukan pengawasan dalam pelaksanaannya.
5. Keterampilan Dasar Mengajar
Keterampilan mengajar bagi seorang guru adalah sangat penting kalau ia ingin menjadi seorang guru yang profesional, jadi disamping dia harus menguasai sumbstansi bidang studi yang diampu, keterampilan dasar mengajar juga adalah merupakan keterampilan penunjang untuk keberhasilan dia dalam proses belajar mengajar.
Keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang guru untuk menjadi guru yang pofesional adalah :
1. Keterampilan
Bertanya
Dalam proses belajar mengajar yang
dilaksanakan oleh seorang guru tidaklah lepas dari guru memberikan pertanyaan
dan murid memberikan jawaban yang diajukan. Pengertian dan Rasional
keterampilan bertanya bertujuan untuk memperoleh informasi untuk memperoleh
pengetahuan dan meningkatkan kemampuan berfikir. Pertanyaan yang diberikan bisa
bersifat suruhan maupun kalimat yang menuntut respon siswa
2. Keterampilan
Memberi Penguatan
Penguatan adalah suatu respon
terhadap suatu tingkah laku dan penampilan siswa. Penguatan adalah suatu
respons terhadap suatu tingkah laku siswa yang dapat menimbulkan kemungkinan
berulangnya kembali tingkah laku tersebut.
3.
Keterampilan Mengadakan variasi
Variasi dalam kegiatan belajar
mengajar dimaksud sebagai proses perubahan dalam pengajaran yang dikelompokkan
dalam tiga kelompok yaitu; variasi dalam gaya mengajar, variasi dalam
menggunakan alat dan media pembelajaran dan variasi dalam pola interaksi dalam
kelas.
4. Keterampilan
Menjelaskan
Keterampilan Menjelaskan adalah penyajian informasi secara lisan yang diorganisasikan
secara sistematik yang bertujuan untuk menunjukkan hubungan, antara sebab
akibat, yang diketahui dan yang belum diketahui.
5. Keterampilan
Memimpin Diskusi Kelompok Kecil
Yang dimaksud dengan keterampilan
membuka pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan
situasi siap mental dan menimbulkan siswa
agar terpusat perhatian pada apa yang dipelajari.
6. Keterampilan
Mengelola Kelas
Mengelola kelas adalah keterampilan
guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan
keterampilan untuk mengembalikan pada kondisi belajar yang optimal.
7. Keterampilan Mengajar Kelompok
Kecil dan Perorangan
Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan terjadinya hubungan
interpersonal yang sehat dan akrab dapat terjadi antara guru-siswa, maupun
antara siswa dan siswa, baik dalam kelompok kecil maupun perorangan
2.5. Perkembangan Profesi Keguruan
Guru
(dalam bahasa Jawa) adalah seorang yang harus digugu dan ditiru oleh siswanya.
Harus digugu artinya segala sesuatu yang disampaikan olehnya senantiasa
dipercaya dan diyakini sebagai kebenaran oleh semua siswanya. Seorang
guru juga harus ditiru artinya seorang guru menjadi suri teladan bagi
semua siswanya (mulai dari cara berpikir, cara bicara dan cara guru berprilaku
sehari-hari). Dari sinilah sebenarnya sosok seorang guru memiliki
peran yang luar biasa dominannya bagi para siswa.
Kata Profesi dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian
(ketrampilan, kejuruan, dsb) tertentu. Di dalam profesi dituntut adanya
keahlian dan etika khusus serta standar layanan. Pengertian ini mengandung
implikasi bahwa profesi hanya dapat dilakukan oleh orang-orang secara khusus di
persiapkan untuk itu. Dengan kata lainprofesi bukan pekerjaan yang dilakukan
oleh mereka yang karena tidak memperoleh pekerjaan lain.
Profesi guru adalah termasuk profesi yang tua di dunia. Pekerjaan mengajar telah ditekuni orang sejak lama. Perkembangan profesi guru sejalan dengan perkembangan masyarakat. Pada zaman prasejarah proses pembelajaran berlangsung melalui pengamatan dan dilakukan oleh keluarga. Kemudian pada zaman Yunani dan Romawi Kuno pembelajaran one-to-one untuk kelompok elit masyarakat dilakukan oleh tutor. Hal ini terus berkembang pada pendidikan keagamaan di gereja.
Selanjutnya sistem persekolahan mulai berkembang pada zaman Koloni Amerika (1600-1800) dan sistem klasikal untuk masyarakat urban berkembang pada abad 19. Pada abad ke 20 (1900-1999) sekolah berkembang dalam sistem klasikal yang dilengkapi dengan berbagai media dan pemanfaatan teknologi. Perkembangan selaniutnva. terjadi perubahan konsepsi dari kelas dalam pengertian ruangan yang dibatasi empat dinding menuju kelas yang tanpa batas dan bersifat maya (virtual). Pada abad ke 21 sekarang dan seterusnya dapat dipastikan akan ada perubahan mengenai sistem persekolahan. yang secara pelan namun pasti mengarah kepada virtual school. Semua terjadi berkat perkembangan teknologi komunikasi dan informasi.
Sejalan dengan perkembangan sistem persekolahan tersebut di atas, maka dalam sebuah proses pendidikan, guru merupakan salah satu unsur yang sangat penting selain kumponen lainnya. Selain itu profesi guru juga telah dan terus mengalami perubahan. Profesi guru di abad 21 ini dianggap sebagai unsur yang paling penting karena guru dituntut mampu memahami, mendalami dan dituntut berkemampuan melaksanakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Dari sini diskursus tentang guru menjadi sangat relevan, apalagi jika dihubungkan dengan kondisi bangsa kita yang mengalami krisis multi deminsional.
Profesi guru adalah termasuk profesi yang tua di dunia. Pekerjaan mengajar telah ditekuni orang sejak lama. Perkembangan profesi guru sejalan dengan perkembangan masyarakat. Pada zaman prasejarah proses pembelajaran berlangsung melalui pengamatan dan dilakukan oleh keluarga. Kemudian pada zaman Yunani dan Romawi Kuno pembelajaran one-to-one untuk kelompok elit masyarakat dilakukan oleh tutor. Hal ini terus berkembang pada pendidikan keagamaan di gereja.
Selanjutnya sistem persekolahan mulai berkembang pada zaman Koloni Amerika (1600-1800) dan sistem klasikal untuk masyarakat urban berkembang pada abad 19. Pada abad ke 20 (1900-1999) sekolah berkembang dalam sistem klasikal yang dilengkapi dengan berbagai media dan pemanfaatan teknologi. Perkembangan selaniutnva. terjadi perubahan konsepsi dari kelas dalam pengertian ruangan yang dibatasi empat dinding menuju kelas yang tanpa batas dan bersifat maya (virtual). Pada abad ke 21 sekarang dan seterusnya dapat dipastikan akan ada perubahan mengenai sistem persekolahan. yang secara pelan namun pasti mengarah kepada virtual school. Semua terjadi berkat perkembangan teknologi komunikasi dan informasi.
Sejalan dengan perkembangan sistem persekolahan tersebut di atas, maka dalam sebuah proses pendidikan, guru merupakan salah satu unsur yang sangat penting selain kumponen lainnya. Selain itu profesi guru juga telah dan terus mengalami perubahan. Profesi guru di abad 21 ini dianggap sebagai unsur yang paling penting karena guru dituntut mampu memahami, mendalami dan dituntut berkemampuan melaksanakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Dari sini diskursus tentang guru menjadi sangat relevan, apalagi jika dihubungkan dengan kondisi bangsa kita yang mengalami krisis multi deminsional.
Menurut
Prof. Dr. Ainurrafiq Dawam, MA beliau mengatakan bahwa guru dan dosen dianggap
oleh sebagian pengamat pendidikan sebagai orang yang bertanggung jawab besar
terhadap kegagalan pendidikan Nasional yang ternyata hanya mampu menghasilkan
alumni yang korup, suka bertengkar dan mata duitan. Kemudian profesi guru
sangat dipengaruhi oleh pendayagunaan teknologi komunikasi dan informasi,
sehingga guru dengan kemampuan artifisialnya dapat membelajarkan siswa dalam
jumlah besar, bahkan bisa melayani siswa yang tersebar di seluruh penjuru
dunia. Guru bukan lagi hanya mengendalikan siswa yang belajar di kelas, tetapi
ia mampu membelajarkan jutaan siswa di "kelas dunia" memberi
pelayanan secara individual pada waktu yang bersamaan. Sementara itu dengan
bantuan teknologi juga, pembelajaran tersebut dapat dilakukan secara multiakses
dan memberi layanan secara individual di mana saja dan kapan saja. Guru di masa
lalu sangat mengandalkan buku teks dan ke depan kita semua diharapkan
mampu memanfaatkan hypertext. Untuk
mencapai interaksi belajar mengajar dibutuhkan komunikasi anatra guru dan
peserta didik yang memadukan dua kegiatan. Yaitu kegiatan mengajar (usaha guru)
dan kegiatan belajar (tugas peserta didik). Guru perlu mengembangkan pola
komunikasi yang efektif dalam proses belajar mengajar, karena seringkali
kegagalan pengajaran disebabkan oleh lemahnya system komunikasi. Tujuan yang
telah dirumuskan dengan jelas sangat membantu guru dalam membuat perencanaan,
demikian halnya dengan prinsip-prinsip psikologi. Dalam perencanaan program
pengajaran, banyaknya pengalaman guru dalam memilih prosedur pengajaran akan
sangat membantunya dalam mencapai hasil-hasil yang diinginkan.
Sistem
pengajaran di sekolah sekarang ini mengelompokkan tujuan pendidikan yang hendak
dicapai ke dalam tiga bidang, yaitu :
1. segi
kognitif yang meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan (aplikasi), analisis,
sintesis dan evaluasi.
2. Segi
efektif yang meliputi memperhatikan, merespon, menghayati dan menginternalisasi
nilai.
3. Segi
psikomotorik yang meliputi persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan
terbiasa dan gerakan (respons) kompleks.
2.6. Permasalahan Guru di Indonesia
Profesi
guru pada sistem persekolahan mulai berkembang di persada Nusantara pada zaman
kolonial. Guru telah ikut berperan dalam pembentukan Negara-Bangsa Indonesia
yang memiliki bahasa nasional Bahasa Indonesia. Profesi guru pernah menjadi
profesi penting dalam perjalanan bangsa ini, terutama dalam menanamkan
nasionalisme, menggalang persatuan dan berjuang melawan penjajahan.
Pada masa K.H.Dewantara profesi guru menjadi idola dan impian setiap orang. Idealisme untuk menjadi guru yang profesional sangat tinggi, padahal kondisi negara saat itu masa transisi menuju dan mempertahankan kemerdekaan. Di kala itu para pemuda terpanggil untuk mejadi guru, karena rasa nasionalismenya tinggi, sangat wajar kalau guru disaat itu mendapat predikat guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa dan guru digugu dan ditiru. Tampaknya predikat tersebut hanya berlaku sementara dan kini telah berubah hanyut ditelan arus perubahan. Guru kini kehilangan jati dirinya. Impian bagi setiap generasi muda untuk menjadi guru menjadi sangat jauh. Sehingga yang menjadi guru saat ini adalah guru karena tidak sengaja, terpaksa dan bukan karena cita-cita.Sayangnya pada beberapa dekade yang lalu dan masih berlanjut sampai kini profesi guru dianggap kurang bergengsi dan kinerjanya dinilai belum optimal serta belum memenuhi harapan masyarakat. Akibatnya. mutu pendidikan nasional pun dinilai terpuruk. Persoalan guru semakin menjadi persoalan pokok dalam pembangunan pendidikan, disebabkan oleh adanya tuntutan perkembangan masyarakat dan perubahan global. Hingga kini persoalan guru belum pemah terselesaikan secara tuntas.
Pada masa K.H.Dewantara profesi guru menjadi idola dan impian setiap orang. Idealisme untuk menjadi guru yang profesional sangat tinggi, padahal kondisi negara saat itu masa transisi menuju dan mempertahankan kemerdekaan. Di kala itu para pemuda terpanggil untuk mejadi guru, karena rasa nasionalismenya tinggi, sangat wajar kalau guru disaat itu mendapat predikat guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa dan guru digugu dan ditiru. Tampaknya predikat tersebut hanya berlaku sementara dan kini telah berubah hanyut ditelan arus perubahan. Guru kini kehilangan jati dirinya. Impian bagi setiap generasi muda untuk menjadi guru menjadi sangat jauh. Sehingga yang menjadi guru saat ini adalah guru karena tidak sengaja, terpaksa dan bukan karena cita-cita.Sayangnya pada beberapa dekade yang lalu dan masih berlanjut sampai kini profesi guru dianggap kurang bergengsi dan kinerjanya dinilai belum optimal serta belum memenuhi harapan masyarakat. Akibatnya. mutu pendidikan nasional pun dinilai terpuruk. Persoalan guru semakin menjadi persoalan pokok dalam pembangunan pendidikan, disebabkan oleh adanya tuntutan perkembangan masyarakat dan perubahan global. Hingga kini persoalan guru belum pemah terselesaikan secara tuntas.
Persoalan
guru di Indonesia adalah terkait dengan masalah-masalah kualifikasi yang
rendah, pembinaan yang terpusat, perlindungan profesi yang belum memadai dan
perseberannya yang tidak merata sehingga menyebabkan kekurangan guru di
beberapa lokasi. Kita bisa lihat realitas diperkotaan dengan populasi guru yang
besar jumlahnya, sementara didaerah pinggiran kota atau dipegunungan banyak
cerita guru-guru kita yang mengajar sambil berlari-lari. Hal ini terjadi karena
dalam waktu yang bersamaan dia harus mengajar dan mengendalikan tiga kelas
sekaligus. Segala persoalan guru tersebut timbul oleh karena adanya berbagai
sebab dan masing-masing saling mempengaruhi.
Permasalahan
guru di Indonesia tersebut baik secara langsung atau tidak langsung berkaitan
dengan masalah mutu profesionalisme guru yang masih belum memadai. Padahal
sudah sangat jelas hal tersebut ikut menentukan kualitas pendidikan nasional.
Mutu pendidikan nasional yang rendah, salah satu penyebabnya adalah mutu guru
yang rendah. Permasalahan guru di Indonesia harus diselesaikan secara
komprehensif menyangkut semua aspek terkait yaitu kesejahteraan guru yang harus
diperhatikan karena penghasilannya masih dibawah standar, kualifikasi
pendidikan, pembinaan, perlindungan profesi, dan administrasinya. Sebenamya
sumber permasalahan pendidikan yang terbesar adalah adanya perubahan, karena
itu permasalahan akan senantiasa ada sampai kapan pun. Institusi pendidikan
dituntut untuk menyesuaikan dengan perubahan perkembangan yang ada dalam
masyarakat. Demikian pula dengan guru, yang senantiasa dituntut untuk
menyesuaikan dengan perubahan. Akibatnya demikian banyak permasalahan yang
dihadapi oleh guru, karena ketidakmampuan menyesuaikan dengan perubahan yang
terjadi di sekelingnya sebagai akibat dari keterbatasannya sebagai individu
atau karena keterbatasan kemampuan sekolah dan pemerintah. Jadi masalah
pendidikan senantiasa muncul karena adanya tuntutan agar institusi pendidikan
termasuk guru menyesuaikan dengan segala perkembangan yang ada dalam
masyarakat.
.
2.7. Upaya-upaya Guru Meningkatkan Profesionalisme
2.7. Upaya-upaya Guru Meningkatkan Profesionalisme
Menurut
Erwin (2011) guru harus selalu berusaha untuk melakukan hal-hal
sebagai berikut :
1. Memahami tuntutan
standar profesi yang ada.
2. Mencapai
kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan
3. Membangun
hubungan dengan teman kesejawatan yang baik dan luas termasuk lewat organisasi
profesi.
4. Mengembangkan
etos kerja atau budaya kerja yang mengutamakan pelayanan bermutu tinggi kepada
konstituen.
5. Mengadopsi
inovasi atau mengembangkan kreativitas dalam pemanfaatan teknologi komunikasi
dan informasi mutakhir agar senantiasa tidak ketinggalan dalam kemampuannya
mengelola pembelajaran.
Upaya
memahami tuntutan standar profesi yang ada (di Indonesia dan yang berlaku di
dunia) harus ditempatkan sebagai prioritas utama jika guru kita ingin meningkatkan profesionalismenya. Hal ini didasarkan kepada beberapa alasan
sebagai berikut :
1. Persaingan
global sekarang memungkinkan adanya mobilitas guru secara lintas negara.
2. Sebagai
profesional seorang guru harus mengikuti tuntutan perkembangan profesi secara
global, dan tuntutan masyarakat yang menghendaki pelayanan yang lebih baik.
Cara
satu-satunya untuk memenuhi standar profesi ini adalah dengan belajar secara
terus menerus sepanjang hayat, dengan membuka diri yakni mau mendengar dan
melihat perkembangan baru, terutama pada bidang keahlian kita masing-masing.
Kemudian upaya mencapai kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan juga tidak kalah pentingnya bagi guru. Dengan dipenuhinya kualifikasi dan kompetensi yang memadai maka guru memiliki posisi tawar yang lebih kuat dan memenuhi syarat yang dibutuhkan. Peningkatan kualitas dan kompetensi ini dapat ditempuh melalui in-service training dan berbagai upaya lain seperti kembali berjuang melanjutkan studi di perguruan tinggi. Sehingga tidak ada alasan lagi bagi pemerintah untuk tidak mensertifikasi guru-guru kita ini, jika kelak di kemudian hari sudah menjadi sarjana pendidikan.
Kemudian upaya mencapai kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan juga tidak kalah pentingnya bagi guru. Dengan dipenuhinya kualifikasi dan kompetensi yang memadai maka guru memiliki posisi tawar yang lebih kuat dan memenuhi syarat yang dibutuhkan. Peningkatan kualitas dan kompetensi ini dapat ditempuh melalui in-service training dan berbagai upaya lain seperti kembali berjuang melanjutkan studi di perguruan tinggi. Sehingga tidak ada alasan lagi bagi pemerintah untuk tidak mensertifikasi guru-guru kita ini, jika kelak di kemudian hari sudah menjadi sarjana pendidikan.
Upaya
membangun hubungan kesejawatan yang baik dan luas dapat dilakukan guru dengan
membina jaringan kerja atau networking. Guru harus berusaha mengetahui apa yang
telah dilakukan oleh sejawatnya yang sukses. Sehingga bisa belajar untuk
mencapai sukses yang sama atau bahkan bisa lebih baik lagi. Melalui networking
inilah guru memperoleh akses terhadap inovasi-inovasi di bidang profesinya.
Jaringan kerja guru bisa dimulai dengan skala sempit, misalnya mengadakan
pertemuan informal kekeluargaan dengan sesama teman, sambil berolahraga,
silaturahmi atau melakukan kegiatan sosial lainnya.
Pada
kesempatan seperti itu, guru bisa membincangkan secara leluasa kisah suksesnya
atau sukses rekannya sehingga mereka dapat mengambil pelajaran lewat obrolan
yang santai. Bisa juga dibina melalui jaringan kerja yang lebih luas dengan
menggunakan teknologi komunikasi dan informasi, misalnya melalui korenspondensi
dan mungkin melalui intemet untuk skala yang lebih luas. Apabila korespondensi
atau penggunaan intemet ini dapat dilakukan secara intensif akan dapat
diperoleh kiat-kiat menjalankan profesi dari sejawat guru di seluruh dunia.
Pada dasarnya networking/jaringan kerja ini dapat dibangun sesuai situasi dan
kondisi serta budaya setempat.
Selanjutnya upaya membangun etos kerja atau budaya kerja yang mengutamakan pelayanan bermutu tinggi kepada konstituen merupakan suatu keharusan di zaman sekarang. Semua bidang dituntut untuk memberikan pelayanan prima. Guru pun harus memberikan pelayanan prima kepada konstituennya yaitu siswa, orangtua dan sekolah sebagai stakeholder. Terlebih lagi pelayanan pendidikan adalah termasuk pelayanan publik vang didanai. diadakan, dikontrol oleh dan untuk kepentingan publik. Oleh karena itu guru harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada publik.
Selanjutnya upaya membangun etos kerja atau budaya kerja yang mengutamakan pelayanan bermutu tinggi kepada konstituen merupakan suatu keharusan di zaman sekarang. Semua bidang dituntut untuk memberikan pelayanan prima. Guru pun harus memberikan pelayanan prima kepada konstituennya yaitu siswa, orangtua dan sekolah sebagai stakeholder. Terlebih lagi pelayanan pendidikan adalah termasuk pelayanan publik vang didanai. diadakan, dikontrol oleh dan untuk kepentingan publik. Oleh karena itu guru harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada publik.
Satu
hal lagi yang dapat diupayakan untuk peningkatan profesionalisme guru adalah
melalui adopsi inovasi atau pengembangan kreativitas dalam pemanfaatan
teknologi pendidikan yang mendayagunakan teknologi komunikasi dan informasi
mutakhir. Guru dapat memanfaatkan media dan ide-ide baru bidang teknologi
pendidikan seperti media presentasi, komputer (hard technologies) dan juga
pendekatan-pendekatan baru bidang teknologi pendidikan (soft technologies).
2.8. Sertifikasi Guru Akan Meningkatkan Mutu Pendidikan
Pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan dapat dilakukan melalui dua cara
yaitu :
1. Penilaian portofolio dilakukan terhadap kumpulan dokumen yang mencerminkan
kompetensi guru yang meliputi berbagai aspek. Hanya saja, penilaian
portofolio ini mengandung sisi kelemahan dan para guru yang mengejar gaji
menyiasati portofolio dengan berbagai cara yang bertentangan dengan prinsip pendidikan.
Guru yang belum lulus sertifikasi melalui jalur portofolio diwajibkan mengikuti
Pendidikan
dan Latihan Profesi Guru (PLPG).
2. Jalur Program Pendidikan Guru (PPG) saat ini baru akan diawali dengan pelaksanaan PPG di
beberapa LPTK yang mengadakan kerjasama untuk mendidik para mahasiswa lulusan Basic
Science. PPG dilaksanakan selama 2 semester (bagi lulusan LPTK) atau 3
semester (bagi lulusan non LPTK) dengan sebagian besar waktunya digunakan untuk
workshop dan latihan di sekolah. Kegiatan ini masih terlalu dini untuk dinilai.
Jika PPG dilaksanakan secara konsekuen seperti peraturan yang ada, maka
hasilnya adalah guru-guru profesional yang siap meningkatkan kualitas
pendidikan di masa yang akan datang. Jika yang ditunjuk melaksanakan PPG (entah
karena alasan apapun) adalah LPTK yang “tidak bermutu”, maka hasilnya akan
tetap terjerembab dalam kubangan rendahnya kualitas calon guru seperti selama
ini.
Ada
beberapa hal yang perlu untuk dikaji secara mendalam untuk memberikan jaminan
bahwa sertifikasi guru akan meningkatkan mutu pendidikan. Pertama dan sekaligus
yang utama, sertifikasi merupakan sarana atau instrumen untuk mencapai suatu
tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Perlu ada kesadaran dan pemahaman dari semua
fihak bahwa sertifikasi adalah sarana untuk menuju mutu.
Sertikasi
bukan tujuan itu sendiri. Kesadaran dan pemahaman ini akan melahirkan aktivitas
yang benar, bahwa apapun yang dilakukan adalah untuk mencapai mutu. Kalau
seorang guru kembali masuk kampus untuk kualifikasi, maka belajar kembali ini
untuk mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dan ketrampilan, sehingga
mendapatkan ijazah S-1. Ijazah S-1 bukan tujuan yang harus dicapai dengan
segala cara, termasuk cara yang tidak benar melainkan konsekuensi dari telah
belajar dan telah mendapatkan tambahan ilmu dan ketrampilan baru. Demikian pula
kalau guru mengikuti uji sertifikasi, tujuan utama bukan untuk mendapatkan
tunjangan profesi, melainkan untuk dapat menunjukkan bahwa yang bersangkutan
telah memiliki kompetensi sebagaimana disyaratkan dalam standard kemampuan
guru.
Tunjangan
profesi adalah konsekuensi logis yang menyertai adanya kemampuan yang dimaksud.
Dengan menyadari hal ini maka guru tidak akan mencari jalan lain guna
memperoleh sertifikat profesi kecuali mempersiapkan diri dengan belajar yang
benar untuk menghadapi uji sertifikasi. Kedua, konsistensi dan ketegaran
pemerintah. Sebagai suatu kebijakan yang bersentuhan dengan berbagai kelompok
masyarakat akan mendapatkan berbagai tantangan dan tuntutan. Paling tidak
tuntutan dan tantangan akan muncul dari tiga sumber. Sumber pertama adalah
dalam penentuan lembaga yang berhak melaksanakan uji sertifikasi.
Berbagai
lembaga penyelenggara pendidikan tinggi, khususnya dari fihak Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan Swasta akan menuntut untuk diberi hak
menyelenggarakan dan melaksanakan uji sertifikasi. Demikian juga, akan muncul
tuntutan dari berbagai LPTK negeri khususnya di daerah luar jawa akan menuntut
dengan alasan demi keseimbangan geografis. Tuntutan ini akan mempengaruhi
penentuan yang mendasarkan pada objektivitas kemampuan suatu perguruan tinggi. Ketegaran dan konsistensi pemerintah juga
diperlukan untuk menghadapi tuntutan dan sekaligus tantangan bagi pelaksana
Undang-undang yang muncul dari kalangan guru sendiri.
Mereka
yang sudah senior atau mereka para guru yang masih jauh dari pensyaratan akan
menentang dan menuntut berbagai kemudahan agar bisa memperoleh sertifikat
profesi tersebut. Ketiga, tegas dan tegakkan hukum. Dalam pelaksanaan sertifikasi,
akan muncul berbagai penyimpangan dari aturan main yang sudah ada. Adanya
penyimpangan ini tidak lepas dari adanya upaya berbagai pihak, khususnya guru
untuk mendapatkan sertifikat profesi dengan jalan pintas. Penyimpangan yang muncul dan harus diwaspadai adalah pelaksanaan sertifika-si
yang tidak benar. Oleh karenanya, begitu ada gejala penyimpangan,
pemerintah harus segera mengambil tindakan tegas. Seperti
mencabut hak melaksanakan sertifikasi dari lembaga yang dimaksud, atau
menetapkan seseorang tidak boleh menjadi penguji sertifikasi, dan lain
sebagainya. Keempat, laksanakan UU secara konsekuen. Tuntutan dan tantangan
juga akan muncul dari berbagai daerah yang secara geografis memiliki tingkat
pendidikan yang relatif tertinggal.
Undang-Undang Guru dan Dosen
dilaksanakan maka sebagian besar dari pendidik di daerah ini tidak akan lolos
sertifikasi. Pemerintah harus konsekuen bahwa sertifikasi merupakan standard
nasional yang harus dipatuhi. Toleransi bisa diberikan dalam pengertian waktu
transisi. Misalnya, untuk Jawa Tengah transisi 5 tahun, tetapi untuk daerah
yang terpencil transisi 10 tahun. Tetapi standard tidak mengenal toleransi.
Kelima pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyediakan anggaran yang
memadai, baik untuk pelaksanaan sertifikasi maupun untuk pemberian tunjangan
profesi.
Gagasan awal sertifikasi adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan secara keseluruhan. Sesui amanat UU Nomor 14 tahun 2004 tentang Guru dan Dosen yang menetapkan kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi sebagai suatu kesatuan upaya pemberdayaan guru. Maka program ini hendaknya janganlah dipandang sebagai proses legalisasi semata, akan tetapi harus dipandang sebagai ijtihad untuk meningkatkan kompetensi profesi guru. Karena itu proses ini harus betul-betul dilakukan secara teliti dan cermat agar tak menurunkan mutu guru.
Gagasan awal sertifikasi adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan secara keseluruhan. Sesui amanat UU Nomor 14 tahun 2004 tentang Guru dan Dosen yang menetapkan kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi sebagai suatu kesatuan upaya pemberdayaan guru. Maka program ini hendaknya janganlah dipandang sebagai proses legalisasi semata, akan tetapi harus dipandang sebagai ijtihad untuk meningkatkan kompetensi profesi guru. Karena itu proses ini harus betul-betul dilakukan secara teliti dan cermat agar tak menurunkan mutu guru.
2.9. Pembinaan dan Pemberdayaan Pasca Sertifikasi
Pembinaan
guru harus berlangsung secara berkesinambungan, karena prinsip mendasar adalah
guru harus merupakan a learning person, belajar sepanjang hayat masih di
kandung badan. Sebagai guru profesional dan telah menyandang sertifikat
pendidik, guru berkewajiban untuk terus mempertahankan prosionalitasnya sebagai
guru.
Pembinaan
profesi guru secara terus menerus (continuous profesional development)
menggunakan wadah guru yang sudah ada, yaitu kelompok kerja guru (KKG) untuk
tingkat SD dan musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) untuk tingkat sekolah
menengah. Aktifitas guru di KKG/MGMP tidak saja untuk menyelesaikan persoalan
pengajaran yang dialami guru dan berbagi pengalaman mengajar antar guru, tetapi
dengan strategi mengembangkan kontak akademik dan melakukan refleksi
diri.
Desain
jejaring kerja (networking) peningkatan profesionalitas guru berkelanjutan
melibatkan instansi Pusat, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan
Tenaga
Kependidikan (P4TK), Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan Dinas Pendidikan Propinsi/Kabupaten/ Kota serta Perguruan Tinggi setempat. P4TK yang berbasis mata pelajaran membentuk Tim Pengembang Materi Pembelajaran, bekerjasama dengan Perguruan Tinggi bertugas:
1. Menelaah dan mengembangkan materi kegiatan KKG dan MGMP.
1. Menelaah dan mengembangkan materi kegiatan KKG dan MGMP.
2. Mengembangkan model-model pembelajaran.
3. Mengembangkan modul untuk pelatihan instruktur dan guru inti.
4. Memberikan pembekalan kepada instruktur pada LPMP.
5. Mendesain pola dan mekanisme kerja instruktur dan guru inti dalam kegiatan KKG dan MGMP. LPMP bersama dengan Dinas Pendidikan Propinsi melakukan seleksi guru untuk menjadi Instruktur Mata Pelajaran Tingkat Propinsi per mata pelajaran dengan tugas: menjadi narasumber dan fasilitator pada kegiatan KKG dan MGMP.
4. Memberikan pembekalan kepada instruktur pada LPMP.
5. Mendesain pola dan mekanisme kerja instruktur dan guru inti dalam kegiatan KKG dan MGMP. LPMP bersama dengan Dinas Pendidikan Propinsi melakukan seleksi guru untuk menjadi Instruktur Mata Pelajaran Tingkat Propinsi per mata pelajaran dengan tugas: menjadi narasumber dan fasilitator pada kegiatan KKG dan MGMP.
6. Mengembangkan inovasi pembelajaran untuk KKG dan MGMP.
7. Menjamin
keterlaksanaan kegiatan KKG dan MGMP Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota melakukan
seleksi Instruktur Mata Pelajaran Tingkat Kab/Kota dan membentuk Guru Inti permata pelajaran.
8. Menjadi narasumber pada
kegiatan KKG dan MGMP KKG dan MGMP sebagai wadah pengembangan
profesi guru melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi profesi guru.
Selain itu perlu adanya pemberdayaan (empowerment) guru yang
telah memperoleh sertifikat. Hal ini dapat dilakukan dengan adanya pemberian
tugas yang sesuai dengan kompetensi guru maupun adanya dorongan dari fihak
manajemen sekolah yang mampu menumbuhkan motivasi kerja bagi para guru.
Meningkatnya kompetensi guru yang didukung adanya motivasi kerja yang tinggi
akan dapat meningkatkan kinerja guru. Meningkatnya kinerja guru akan
meningkatkan kualitas pembelajaran, yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu
pendidikan secara keseluruhan, karena ujung tombak dari kegiatan pendidikan
adalah pada kegiatan pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan oleh guru.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Sertifikasi guru adalah harga mutlak untuk meningkatkan kompetensi guru, namun dalam pelaksanaannya harus dilakukan pengawasan sehingga apa yang diinginkan dari program sertifikasi dapat tercapai dengan baik.
1. Sertifikasi guru adalah harga mutlak untuk meningkatkan kompetensi guru, namun dalam pelaksanaannya harus dilakukan pengawasan sehingga apa yang diinginkan dari program sertifikasi dapat tercapai dengan baik.
2. Dengan sertifikasi yang baik maka mutu pendidikan
dapat ditingkatkan. Berdasarkan Standar Nasional
Kependidikan, guru harus memiliki empat kompetensi dasar
yaitu kompetensi pedagogis, kompetensi sosial,
kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional.
Namun, kompetensi-kompetensi yang dimiliki guru saat ini masih terbatas, sehingga
diperlukan suatu upaya untuk mengoptimalkan kompetensi-kompetensi tersebut.
Kompetensi kepribadian adalah karakteristik pribadi yang harus dimiliki
guru sebagai individu yang mantap, stabil,
dewasa, arif, berwibawa dan menjadi teladan bagi peserta
didik.
3. Pembinaan dan pemberdayaan guru pasca sertifikasi
juga akan menentukan kegiatan sertifikasi akan
meningkatkan mutu pendidikan atau tidak. Pembinaan dan pemberdayaan yang
kurang tepat tidak menutup kemungkinan akan menyebabkan kegiatan sertifikasi sekedar
kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan guru sebagai tujuan, sementara tujuan
akhir dari kegiatan sertifikasi untuk meningkatkan mutu pendidikan menjadi kurang
mendapat perhatian dari para guru.